-->

Ihwal Iklan

Anda tentu pernah melihat kucing yang sedang marah. Ia bagaikan meniup dirinya sehingga tubuhnya terlihat lebih besar. Hasil tiupan itu adalah tipuan belaka, namun boleh jadi itu dapat ditolerir karena ia sedang menghadapi musuh atau mempertahankan eksistensinya.

Ada juga manusia yang meniup dirinya seperti halnya kucing. Ini dilakukan bukan hanya ketika marah atau menghadapi musuh, tetapi juga pada saat dia merayu, mencari simpati bagi dirinya atau karyanya. Sekadar untuk menyebut nama, Nietszche, filosof Jerman, dan Al-Biqa'i, pakar tafsir dari Syam adalah contohnya.

Sebenarnya semua orang senang dipuji, bahkan filosof berpendapat bahwa semua aktivitas manusia, termasuk keinginan dipuji dan atau memuji, merupakan salah satu cara manusia mempertahankan eksistensinya. Sebab---kata sang pemikir---pujian dirasakan sebagai tanda kekaguman, dan ketika itu rasa aman akan eksistensi terpenuhi. Beragama pun, katanya, tidak terkecuali, hanya saja eksistensi di sini, melampaui wujud duniawi.

Pujian, boleh jadi secara tulus datang dari puhak lain, boleh jadi juga diminta oleh yang bersangkutan. Pesan sponsor, istilah kita sekarang, atau iklan dalam bahasa yang lebih halus. Ada pujian yang mudah dipercaya, walaupun bohong dan menyesatkan dan ada juga sebaliknya. Iklan mudah dipercaya antara lain karena ia disampaikan secara simpatik dan dengan sedikit humor. Untuk jelasnya Anda dapat mengamati iklan-iklan di media massa, khususnya di layar televisi.

Iklan obat di televisi akhir-akhir ini disoroti oleh berbagai kalangan karena dinilai menyesatkan. Sorotan itu bukan hanya menjadikannya pujian terburuk, tetapi juga amat berbahaya, karena yang dihadapi bukan musuh, tidak juga ditayangkan untuk mempertahankan eksistensi seperti halnya kucing di atas, tetapi yang dihadapi adalah bangsa sendiri yang mendambakan obat. Sedangkan obat yang ditawarkan menyesatkan, bahkan dapat mengganggu eksistensi. Sikap semacam ini telah menanggalkan nilai-nilai moral dan agama, yang seharusnya menghiasi setiap aktivitas.

Agama menuntut dalam setiap akad atau transaksi agar objeknya dijelaskan. Jual beri kucing dalam karung tidak dibenarkan. Dalam hal ini Nabi bersabda: "Siapa yang melamar seorang wanita, sedangkan dia menyemir rambutnya, maka hendaklah ia menyampaikan itu, kepada yang dilamarnya." Kewajiban ini bukan hanya terletak di pundak penjual, tetapi juga bagi setiap orang yang boleh jadi mengetahui. "Tidak dibenarkan seseorang menjual kecuali ia jelaskan keadaan jualannya. Tidak pula dibenarkan yang mengetahuinya untuk tidak menjelaskannya," begitulah sabda Nabi saw.

Ketika Nabi ke pasar dan menemukan seorang yang menjajakan barangnya dengan cela yang disembunyikan, beliau bersabda: "Siapa yang menipu (menyembunyikan cela jualan) maka ia bukan kelompok kita." Ini baru yang menyembunyikan cela, bagaimana pula yang bukan sekadar menyembunyikannya, tetapi mengiklankan keistimewaan barangnya, padahal iklan tersebut menyesatkan?

Agama tidak melarang iklan, tidak juga pujian yang wajar. Ia hanya berpesan khususnya dalam bidang bisnis, sebagaimana firman Allah: Jangan makan harta benda di antara kamu secara batil (QS 9: 188).

Maksud ayat di atas adalah jangan melakukan suatu aktivitas---apa pun bentuknya---yang dapat merugikan dirimu dan orang lain di dunia atau di akhirat.[]

M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 319-321
comments

0 Response to "Ihwal Iklan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel